Tag

, , , , ,

Gaya bicara seorang Dahlan Iskan ceplas ceplos, sering menceritakan kehidupan dan pengalaman masa lalu dan perilaku apa adanya memang sudah menjadi ciri khas seorang Dahlan Iskan yang kini dipercaya Presiden SBY sebagai Menteri BUMN. Karakter seperti Itu pula yang membuat pribadinya terkesan lugu, polos dan jujur sehingga banyak rakyat percaya terhadap kesan yang ditimbulkannya. Secara sekilas orang atau rakyat banyak hanya melihat dari jauh, mengetahui dari pemberitaan media atau menonton acara tentang diri dan kehidupannya yang memang penuh warna warni, perjuangan, kisah sukses sebagai pengusaha dan sebagai pejabat negara.

Budaya masyarakat Indonesia yang mudah percaya pada seseorang meski baru dikenal atau hanya mengetahui dari pemberitaan di media massa. Mayoritas rakyat bahkan malas mencari tahu referensi tentangnya, padahal niscaya mereka yang mau sedikit luangkan waktu untuk meneliti sosok Dahlan Iskan pasti semua hanya bisa terkesima, terbengong – bengong penuh rasa tidak percaya dan mungkin sekali muncul amarah luar biasa terhadap sosok pribadi Dahlan Iskan yang sebenarnya.

Bertopeng Keluguan

Dengan menggunakan topeng keluguannya, Pak Bos, demikian Dahlan Iskan biasa disapa para anak buahnya di lingkungan Jawa Pos Grup, sangat mudah memperdaya siapa saja demi tujuan tersembunyi dibalik keluguan dan keramahannya. Sudah banyak bukti dan korban dari jurus ampuh ‘keluguan’ yang ditampilkan Pak Bos terutama kepada orang – orang tertentu yang menjadi target mangsa penipuannya.

Sesuai dengan falsafah hidup Dahlan Iskan yang selalu diutarakannya kepada orang – orang terdekatnya, “Pencitraan adalah segala – galanya. Jika citra diri kita sangat bagus di mata orang dan masyarakat luas, kita dapat melakukan apa saja. Semua pasti percaya bahwa apa yang kita lakukan adalah benar dan baik”. Itulah kunci rahasia ‘kesuksesan’ Dahlan Iskan yang sepanjang hayatnya selalu menipu orang lain dan merugikan negara.

Makna lugu sejatinya adalah tidak banyak tingkah dan bersahaja. Tidak Banyak Tingkah tercitra dari sikapnya yang mengagungkan ‘kerja…kerja…kerja…’. Bersahaja nampak dari kebiasaan berpakaian dan bersepatu khas terkesan mengabaikan aturan protokoler kenegaraan, bahkan kalau perlu meminjam pakaian sopirnya (anehnya tetap mengumumkan ke publik melalui media massa yang dikuasainya. Bersahaja kok senangnya sengaja mengumumkan dan mempertontonkan keluguan).

Begitu pula soal ‘apa adanya’. Tanpa tedeng aling-aling. Dahlan, bahkan terlampau sering mengucap dan begitu bangga menyebut kalimat ‘apa adanya’ untuk menggambarkan pola pikir yang berakhir pada setiap tindakannya. Namun, ‘apa adanya’ Dahlan sering tidak pada tempatnya. Lebih cenderung ke sikap grusa grusu. Mudah saja mencarikan contoh atas sikapnya yang mengagungkan ‘apa adanya’ dan ternyata justru tidak pada tempatnya.

Misalnya sikap grusa-grusu saat tak sabar hati dengan antrian kendaraan di pintu Tol Semanggi menuju Slipi, Selasa (20/3/12). Benarkah? Tidak. Faktanya, saat itu hanya ada antrian 30 kendaraan. Kondisi yang sangat sangat wajar dibanding jutaan kendaraan yang lalu lalang di jalanan Jakarta. Sikap itu justru jadi cermin bahwa Dahlan, jika berkuasa akan seenaknya sendiri dengan dalih sikap ‘apa adanya’. Padahal, jika dipikir dengan nalar normal, sekaya apapun orang itu, pasti berpikir keras sebelum membuka paksa pintu tol, membuang kursi dari ruang kerja petugas gerbang tol dan memerintahkan mobil-mobil itu menikmati jalan tol tanpa bayar. Sebab, ada ancaman hukuman yang menanti pelaku pembuka paksa pintu tol.

Namun, Dahlan bebas dan tidak tersentuh, karena posisinya sebagai Menteri BUMN, ‘pemilik’ pengelola jalan tol itu. Indikasinya gampang saja. Kalau memang Dahlan care, mengapa tindakan itu tidak dilakukannya saat menjabat sebagai Dirut PT PLN, atau ketika dia belum jadi pejabat. Dalam bahasa sederhana, kalau tindakan anarkis terhadap pintu tol itu dilakukannya, Dahlan juga bisa membayar kerugian dari uangnya yang tanpa seri.

Tapi itu lah Dahlan. Grusa grusu karena merasa ‘adi gang dan adi gung’ lebih tepat ketimbang perkara sikap ‘apa adanya’. Karena tidak mungkin ada yang berani menindaknya, maka Dahlan berbuat seenaknya. Ada idiom di kalangan orang dekat Dahlan soal kejujuran. Jika Anda bertanya pada 100 anak buah Dahlan soal kejujuran ‘Pak Bos’, maka akan ada 200 jawaban yang menyebut tidak.

Sejak menjadi orang kuat (Bos Jawa Pos Grup, Raja Media RI) Dahlan sudah dikenal tidak jujur. Ironisnya, ketidakjujuran itu begitu nampak tanpa perlu melakukan investigasi. Penyelewengan dana sumbangan pembaca untuk korban tsunami Maumere adalah contoh paling mudah. Jangankan menghukum dan menindak pelakunya, Dahlan bahkan nyaris tidak pernah bersedia membicarakan kasus penyelewengan amanah tersebut.

Sebut saja soal penjualan klub sepakbola Mitra Surabaya. Dengan status milik publik, karena menjual ribuan saham ke masyarakat, Dahlan dengan enteng, menjualnya saat tim itu sudah tidak memberinya peluang meraup keuntungan finansial dan sosial. Ironisnya, penjualannya tanpa proses administrasi layaknya sebuah institusi ‘go public’.

Yang terbaru adalah tulisannya soal Evan Dimas. Kapten tim nasional PSSI U-19 yang sukses menjuarai Piala AFF U-19, September lalu. Beberapa hari setelah sukses anak-anak muda itu, Dahlan dengan enteng meng-klaim bahwa Evan Dimas adalah hasil pembinaan sebuah tim yang dulu didirikannya (maksudnya tentu Mitra Surabaya itu).

Padahal siapapun tahu, Mitra Surabaya itu sebuah tim hasil hibah dari A Wenas, pendiri sekaligus pemilik Niac Mitra, klub yang kemudian berubah menjadi Mitra Surabaya lalu terakhir berubah nama menjadi Mitra Kukar. Sedangkan Evan Dimas sendiri adalah mantan anak didik sekolah sepakbola Mitra Surabaya yang didirikan Ketua Harian KONI Jatim Dhimam Abror pada 7 Juni 1998.

Bebas Menipu dan Korupsi Tanpa Tersentuh Hukum

Ketidakjujuran Dahlan itu bahkan menjadi polemik di akun jejaring sosial Twitter Suara Rakyat @triomacan2000. Apalagi kalau tidak seputar output kepemimpinan yang dinilai tidak jujur saat menjadi Dirut PT PLN. Dalam bahasa gampangnya, diduga kuat terjadi tindakan yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 37 triliun lebih.

Polemik muncul karena para Dahlanis (sebutan bagi tim relawan yang siap berjibaku mengantar Dahlan menjadi Presiden RI) mempermasalahkan tweet (kicauan) tentang fakta ketidakjujuran Dahlan berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat memimpin perusahaan listrik milik negara itu. Silang pendapat terkait penggunaan kata korupsi yang dipakai pemilik akun dengan pemahaman inefisiensi yang diyakini Dahlanis bukanlah korupsi. Begitu kuatnya pembelaan buta yang dilakukan Dahlanis, sampai-sampai Suara Rakyat @triomacan2000 membuktikan janjinya membuka lengkap hasil audit BPK terhadap kinerja PT PLN di bawah kendali Dirut Dahlan Iskan. Tentu termasuk penggambaran fakta-fakta modus dan cara ‘pencapaian prestasi’ inefisiensi yang membuat negara merugi triliunan rupiah itu.

Entah apa yang dibenak dan bagaimana rusaknya moralitas para Dahlanis itu, yang jelas, di tangan Dahlan, PT PLN secara ekonomis sebuah perusahaan bukannya meraup keuntungan bagi negara sebagai pemiliknya. Sebaliknya, justru kerugian yang nilainya lebih dari lipat enam kasus BLBI. Mereka dengan modal ‘keluguan’, ‘apa adanya’ dan ‘jujur’ berusaha meyakinkan bahwa yang terjadi adalah inefisiensi. Meski faktanya tetap merugikan keuangan negara. Dan kerugian negara dalam hukum pidana dikenal dengan sebutan KORUPSI.

Secara singkat kita berikan sedikit contoh dan modus penipuan seorang anak manusia yang bernama Dahlan Iskan :

  1. Dahlan Iskan adalah seorang Pembohong. Dahlan berbohong kepada dirinya sendiri, keluarga, rakyat Indonesia dan Allah ketika dia mengatakan bahwa tanggal lahirnya adalah 17 Agustus 1951 dengan alasan tanggal 17 Agustus itu dipilih karena dia tidak ingat tanggal lahirnya. Sungguh alasan yang tidak masuk akal karena Dahlan Iskan mempunya orang tua, saudara, keluarga dan pihak lain yang tahu persis tanggal lahirnya. Semua agama mengajarkan bahwa : Kebohongan adalah Ibu dari semua kejahatan.
  2. Dahlan Iskan adalah seorang Peselingkuh dan Penzina. Dahlan berbohong kepada rakyat dengan mengaku beristri satu yakni Ibu Nafsiah seorang, sedang semua staf, karyawan dan keluarga besar Jawa Pos Grup tahu Dahlan Iskan beristri lebih dari satu, termasuk Nany Wijaya, Heidy Lorens dan perawat rumah sakit berwarga negara china yang dia nikahi beberapa tahun lalu. Mungkin masih banyak lagi istri gelap Dahlan Iskan yang disembunyikannya.

Mengenai Nany Widjaya dan Hedy Lorens keduanya mantan wartawan. Nany bahkan mantan wartawan Jawa Pos yang sempat mencuat namanya karena liputan ‘Revolusi Orange’ yang dilaporkannya dari Manila Pilipina saat terjadi revolusi EDSA disana pada tahun 2001 lalu. Hubungan Nany dengan Dahlan diawali dengan perselingkuhan yang mereka lakukan sampai akhirnya perzinahaan itu diketahui oleh istri Dahlan, Ibu Nafsiah. Baru tak lama setelah peristiwa memalukan itu Nany dan Dahlan menikah, mengakhiri ‘kumpul kebo-nya’ selama bertahun – tahun.

  1. Dahlan Iskan adalah seorang Penjahat, penggelap uang sumbangan untuk korban bencana. Selama setahun terakhir ini Dahlan Iskan secara total menampilkan pencitraan dirinya sebagai sosok yang sederhana, merakyat, bersih bagai malaikat, tak punya dosa dan figur antikorupsi. Ia bahkan menyerang partai-partai politik dan anggota DPR yang dituduhnya serakah dan pemeras BUMN.

Padahal Dahlan sejatinya jauh lebih korup, penipu dan pemeras. Kejahatan luar biasa Dahlan Iskan adalah pada penggelapan uang sumbangan pembaca Jawa Pos untuk disalurkan kepada ribuan warga Maumere, Sikka, NTT yang menjadi korban dan dirundung berduka akibat bencana tsunami dan gempa 7.8 SR pada 12 Desember 1992. Tidak kurang 2570 orang tewas dan puluhan ribu warga mengalami luka, sakit dan terancam kelaparan akibat bencana alam tersebut.

Dahlan Iskan dan Nany Wijaya melalui Harian Jawa Pos memuat pengumuman kepada warga Jawa Timur dan sekitarnya agar menyumbang uang dan lain – lain untuk korban bencana. Harian Jawa Pos berhasil menghimpunuang sumbangan sekitar Rp 1.7 miliar. Jumlah yang sangat besar pada saat itu (1993). Bila dikonversi dengan nilai uang saat ini (2013) sekitar Rp 41 miliar. Namun, sungguh tragis, uang sumbangan rakyat Jawa Timur yang seharusnya disalurkan Dahlan Iskan kepada ribuan rakyat Maumere, Sikka, NTT, para korban bencana gempa dan tsunami, justru disalahgunakan. DiGELAPKAN DAHLAN ISKAN. Astagfirullah …

Uang tersebut tak pernah sampai ke rakyat Maumere NTT. Entah setan iblis mana yang menjerumuskan Dahlan Iskan dan Nany Widjaya sampai tega berbuat keji memakan uang bantuan hak orang korban bencana. Kasus penggelapan uang sumbangan bencana Maumere NTT ini sudah sampai di Kejaksaan Negeri Surabaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Namun kasusnya kemudian dipetieskan tim penyidik Kejati Jatim karena tekanan dan ancaman dari kelompok media Jawa Pos dan melalui lobi Dahlan Iskan kepada pejabat – pejabat tinggi Jatim dan Jakarta untuk membantu menghentikan kasus yang sangat memalukan itu.

  1. Dahlan Iskan adalah seorang Pencuri. Pada Tahun 2001, tim Operasi Penertiban Aliran Listrik (Opal) dari rayon PLN Mayjen Sungkono Surabaya menemukan pencurian listrik di kantor pusat Jawa Pos, Gedung Graha Pena Surabaya. Pencurian listrik berdaya 1600 KVA itu diprediksi merugikan Negara miliaran rupiah. Tim Opal kemudian menetapkan denda sebesar Rp 2 miliar. Sayangnya, ketika kasus tersebut sampai di Unit Bisnis Distribusi (UBD) Jatim yang saat itu dipimpin Fahmi Mochtar, seperti hilang begitu saja. Rupanya Jawa Pos menekan PLN dengan melakukan running kasus korupsi di tubuh PLN yang saat itu dikenal dengan “Paidjo Gate” selama hampir enam bulan. Akibatnya PLN pun tak berkutik hingga kasus ini menguap. Ironis memang, Gedung Graha Pena yang notabene dimiliki Dahlan, mencuri listrik, tapi kemudian Dahlan bisa menjadi Dirut PLN.

Di kalangan tertentu di Surabaya ada anekdot tentang Dahlan Iskan : “Dahlan Iskan berhasil menjadi Dirut PLN dan Menteri BUMN karena dia tahu bagaimana cara mencuri listrik negara dan tahu bagaimana cara merampok BUMN dengan cara terang – terangan namun tetap bisa aman. Tidak masuk penjara”.

  1. Dahlan Iskan adalah seorang Koruptor ulung. Pada tahun 1999 beberapa perusahaan daerah (PD Aneka Pangan, PD Sarana Bangun, PD Aneka Kimia, PD Aneka Jasa & Permesinan dan PD Aneka Usaha) dilebur menjadi satu holding company bernama PT Panca Wira Usaha Jatim (PT PWU Jatim). Dahlan yang kala itu menduduki posisi CEO Jawa Pos Group pun dijadikan direktur utama. Tujuannya tentu saja untuk efisiensi dan menjadikan BUMD yang baru itu mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi PAD Pemprov Jawa Timur. Akan tetapi bak api jauh dari panggang, ternyata harapan terlalu jauh dari kenyataan. Sejak didirikan tahun 1999 yang lalu sampai sekarang, PT PWU Jatim tetap saja didera kerugian terus menerus. Alhasil pemprov Jatim pun harus selalu merogoh koceknya untuk mengucurkan dana yang diambilkan dari APBD kepada PWU Jatim untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan. Hingga tahun 2009 yang lalu saja, dimana Dahlan menjadi Dirut PWU, Pengprov Jatim telah mengeluarkan dana bagi BUMD itu sebesar Rp 169 miliar. Tapi setorannya kepada PAD sangat minim. Lantas dimana kehebatan CEO-nya?. Yang menarik justru sejak PT PWU yang dipimpin Dahlan dibentuk dan ditengah-tengah kuncuran tambahan modal yang melimpah dari Pemprov jatim, banyak aset PT PWU yang hilang menguap tak tahu rimbanya. Aset berupa tanah dan bangunan yang tersebar di seantero Jatim semaikin lama semakin menyusut. Dalam daftar asset BUMD yang disusun PT PWU Jatim pada tahun 1999, tercatat PT PWU Jatim memiliki tanah seluas 904.072 m2 dengan bangunan seluas 235.793 m2. Akan tetapi sejak beberapa tahun sebagian besar tanah dan bangunan itu telah berpindah tangan.

Di Surabaya saja terdapat bangunan seluas 143.757 m2 yang tersebar di berbagai persil seluas 365.843 m2. Namun, banyak yang tidak lagi dibawah penguasaan PT PWU Jatim. Sebagian besar hak atas tanah dan bangunan telah berpindah tangan kepada pihak lain karena diam-diam dijual dan dialihfungsikan. Sebut saja persil di Jl Setail 44 Surabaya yang sudah sejak lama berpindah tangan. Begitu pula sejumlah persil milik eks berbagai PD di sepanjang Jl Ngagel Surabaya, hanya tinggal satu persil yang masih dikuasai PT PWU Jatim. Yakni, di Jl Ngagel 159 yang kini menjadi kantor PWU Jatim Unit Persewaan. Selebihnya yang semula berupa pabrik karet, pabrik aki, pabrik roti, perkantoran dan pergudangan serta perumahan karyawan tidak berbekas lagi. Deretan bangunan di atas tanah di Jl Ngagel 127, 133, dan 139-141 Surabaya kini telah menjadi hotel, stasiun pompa bensin dan mall (Carrefour). Begitu pula bangunan Jl Ngagel 77 dan 213, sejak tahun 2007 sudah berubah menjadi kompleks ruko. Hal yang sama juga terjadi di Kota Kediri. Bangunan dan tanah seluas 32.439 m2 milik PT PWU Jatim di Jl Basuki Rahmat Kediri, yang semula adalah Koperasi TNI AD telah menjadi Kompleks Ruko.

  1. Dahlan Iskan adalah seorang Penipu, sumber penderitaan rakyat. Setelah sukses besar menggarong aset BUMD Jatim sampai kandas, Dahlan Iskan kian ahli, berpengalaman dan bertambah percaya diri menjalankan aksi penipuan dan korupsi. Pada tahun 2002 Dahlan Iskan sudah mengincar Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF sebagai target korban penipuan berikutnya. Secara khusus Dahlan menemui Suwarna dalam rangka membujuk sang gubernur untuk bersedia mendirikan perusahaan daerah (perusda) ketenagalistrikan untuk diberi mandat membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik guna mengantisipasi kebutuhan listrik masyarakat dan industri Kaltim yang semakin besar dan tidak bakal mampu dipenuhi oleh pemerintah melalui PT. PLN (Persero).

Gubernur Kaltim pada saat itu memang sudah berencana untuk mendirikan sebuah PLTU di propinsi yang dipimpinnya. Suwarna setuju untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan PLTU melalui pembentukan Perusda Kelistrikan. Apalagi, Dahlan menyatakan kesediaan dan kesanggupannya untuk menjadi patner di proyek PLTU tersebut dengan menyetorkan modal sebesar Rp. 56 miliar dikonversi dengan kepemilikan 40% saham di PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK), perusahan patungan antara Perusda Kaltim dengan PT. Kaltim Electric Powerindo (Jawa Pos) yang nantinya akan dibentuk oleh Dahlan.
Namun apa lacur, Gubernur Kaltim jadi korban penipuan Dahlan Iskan. Modal Rp. 56 miliar tidak pernah disetor, uang APBD Rp. 96 miliar dikorupsi Dahlan, PLTU Embalut. 2 x 25 MW macet. Baru selesai tahun 2008 dan selalu alami kerusakan. Pemda Kaltim rugi, rakyat Kaltim menderita karena listrik yang dijanjikan tdk pernah ada. Akibat kejahatan Dahlan Iskan, nasib rakyat Kaltim ibarat kata pepatah : arang habis besi binasa.

Tidak adakah lagi tersisa aparat hukum dan pemimpin di negeri ini yang jujur dan berani sehingga membiarkan saja seorang anak manusia bernama Dahlan Iskan berbuat semaunya ? (Bersambung)